DetikNusantara.co.id – Wacana kontroversial kembali mencuat dari ranah digital Indonesia. Kali ini, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah membahas kemungkinan pembatasan layanan panggilan suara dan video dari aplikasi Over The Top (OTT) asing, termasuk WhatsApp Call dan Video.
Wacana ini disampaikan langsung oleh Denny Setiawan, Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital Komdigi, dalam sebuah pernyataan yang menghebohkan publik.
Alasan di Balik Wacana Pembarasan WA Call
Menurut Denny, langkah ini muncul sebagai bentuk keadilan terhadap operator seluler nasional yang selama ini sudah menginvestasikan dana besar untuk pembangunan infrastruktur jaringan di Indonesia.
Sementara, platform OTT asing seperti WhatsApp, Telegram, dan Facebook Messenger dianggap “menumpang” tanpa kewajiban finansial yang setara.
“Tujuannya untuk menciptakan playing field yang adil. Operator kita sudah berdarah-darah bangun jaringan, tapi OTT asing justru dapat panggung gratisan,” kata Denny.
Belajar dari Luar Negeri: WhatsApp Call Diblokir di UEA dan Arab Saudi
Denny mencontohkan situasi di Uni Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi, di mana layanan panggilan via WhatsApp dan sejenisnya diblokir sejak beberapa tahun lalu. Di sana, pengguna hanya bisa mengakses fitur teks, tanpa kemampuan untuk melakukan voice atau video call. “Saat saya ke UEA, WhatsApp cuma bisa dipakai kirim teks. Tidak bisa call, tidak bisa video. Itu realitas yang sudah dijalankan di beberapa negara,” ungkapnya.
Banyak netizen merasa langkah tersebut sangat tidak berpihak kepada rakyat yang mengandalkan WhatsApp sebagai sarana komunikasi murah dan efisien. “Kami beli paket internet ke operator, bukan ke tukang sayur!” “Kalau begini, sekalian aja balik ke merpati pos, pakai surat dan perangko!” “Pemerintah bukannya ngatur aplikasi pornografi, malah WA yang dibatasi.”
Meski ramai diperbincangkan, Denny menegaskan bahwa hal ini masih dalam tahap diskusi. Pemerintah disebut tetap akan mempertimbangkan kepentingan publik secara luas, termasuk aspek geopolitik, ekonomi digital, dan kebebasan akses.