PROBOLINGGO,DetikNusantara.co.id – SMPN 1 Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, ternyata juga menganggarkan dana untuk perawatan sekolah atau sarana prasarana yang nominalnya lumayan fantastis mencapai ratusan juta rupiah.
Jumlah dan penganggaran itu berdasarkan temuan pada laman jaga.id, yang menunjukkan bahwa SMPN 1 Kraksaan juga menganggarkan dana pemeliharaan sarana dan prasarana tersebut.
Yakni pada tahap 1 sebesar Rp104.897.700, yang diterima pada 18 Januari 2024. Selain itu, sekolah ini kembali menganggarkan dana serupa pada tahap 2 sebesar Rp184.427.460, yang diterima pada 1 November 2024.
Sebelumnya, pihak SMPN 1 Kraksaan, harus mengembalikan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) sebesar Rp259.930.860 ke kas daerah, karena sebelumnya diselewengkan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Saat dikonfirmasi, Kepala SMPN 1 Kraksaan, NN, mengakui adanya pengembalian dana tersebut. Ia menjelaskan bahwa sekolahnya melakukan transaksi fiktif karena dana BOSP tahap kedua terlambat dicairkan.
NN, juga mengaku untuk perawatan fasilitas sekolah, seperti perbaikan toilet dan pengecatan gedung sudah dilakukan lebih dahulu menggunakan dana pinjaman dari koperasi sekolah dan sumber lainnya.
“Untuk perawatan dan perbaikan sudah kami lakukan lebih dulu sebelum dana BOSP itu cair karena di sekolah kami terlambat,” jelas NN.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menemukan adanya dugaan penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di sembilan sekolah yang menjadi sampel audit salah satunya SMPN Kraksaan.
Modus yang digunakan adalah transaksi fiktif melalui aplikasi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah).
Berdasarkan temuan BPK, setelah dana BOS cair, pihak penyedia mengembalikan sebagian uang tersebut ke sekolah. Dana yang dikembalikan adalah total transaksi yang sudah dipotong pajak dan biaya jasa sebesar 5 persen. Seluruh proses transaksi di aplikasi SIPLah ini sepenuhnya dikerjakan oleh pihak penyedia.
Setelah dana BOS cair dan masuk ke rekening penyedia, uangnya dikembalikan lagi kepada bendahara BOS sekolah, baik secara tunai maupun transfer ke rekening pribadi. Praktik ini diduga sebagai Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).