Surabaya – Ajakan demonstrasi untuk menurunkan Gubernur Jawa Timur yang beredar luas di media sosial menuai respons keras dari Ketua Aliansi Pemuda Indonesia (APMI) Holili. Ia menilai masyarakat Jawa Timur tidak boleh mudah terprovokasi isu-isu yang belum jelas kebenarannya dan justru berpotensi memecah persatuan.
“Kalau jalanan menjadi tempat hidup, jangan jadikan pikiran sebagai bumi untuk mati. Persoalan bangsa tidak selalu selesai dengan aksi jalanan, meskipun konstitusi menjamin kebebasan berpendapat,” tegas Holili dalam keterangannya, Minggu (24/8/2025).
Demo yang direncanakan berlangsung pada 3 September 2025 itu mengusung tiga tuntutan utama: penghapusan tunggakan pajak kendaraan bermotor, pengusutan korupsi hibah, serta penghapusan pungutan liar di SMA/SMK Negeri se-Jawa Timur. Menurut Holili, ketiga tuntutan tersebut perlu ditelaah secara objektif.
Pertama, soal pajak kendaraan.
Holili menegaskan, wacana penghapusan tunggakan pajak roda dua maupun roda empat tidak bisa diputuskan begitu saja. Pajak merupakan sumber penting pembiayaan pembangunan.
“Faktanya, tingkat kepatuhan bayar pajak di Jawa Timur tahun 2024 mencapai 85 persen dengan penerimaan Rp2,4 triliun. Kalau tunggakan dihapus, keadilan bagi mereka yang sudah patuh membayar justru terabaikan,” ujarnya.
Dana pajak, lanjutnya, digunakan untuk membangun jalan, fasilitas kesehatan, pendidikan, hingga peningkatan kualitas SDM. Karena itu, kebijakan pajak harus dipandang sebagai strategi jangka panjang, bukan keputusan populis sesaat.
Kedua, soal korupsi dana hibah.
Holili menjelaskan, penanganan kasus dugaan korupsi hibah triliunan rupiah sudah menjadi ranah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Proses hukum berjalan dan harus dikawal bersama.
“Gubernur Khofifah sudah dimintai keterangan sebagai saksi oleh KPK di Polda Jatim. Beliau bukan tersangka, melainkan kooperatif memberi penjelasan. Jadi tidak benar jika publik menilai gubernur diam atau lari dari tanggung jawab,” kata Holili.
Ketiga, soal pungutan liar di SMA/SMK Negeri. Holili mengingatkan, Gubernur Jawa Timur sudah berulang kali menegaskan larangan keras terhadap pungli. Jika masih ditemukan praktik tersebut, maka jelas dilakukan oleh oknum.
“Mari kita bantu gubernur dengan melaporkan langsung kepada aparat jika melihat adanya pungli. Jangan kemudian digeneralisasi seolah menjadi kebijakan resmi pemerintah,” tambahnya.
Lebih jauh, Holili menilai klaim bahwa demonstrasi bisa menjatuhkan gubernur dari jabatannya adalah keliru. Sesuai sistem hukum, pemberhentian gubernur hanya dapat dilakukan melalui mekanisme resmi DPRD bersama Presiden, bukan lewat desakan massa di jalanan.
Atas dasar itu, ia mengajak masyarakat Jawa Timur tetap menjaga kedamaian, tidak mudah terkecoh provokasi, serta fokus mendukung pembangunan yang sedang dijalankan.
“Setiap kebijakan di Jawa Timur dirancang dengan pertimbangan matang, berpihak pada rakyat, dan berorientasi masa depan. Yang sedang dibangun gubernur adalah generasi yang lebih sejahtera dan berpendidikan. Itu yang harus kita kawal bersama,” pungkas Holili.