JAKARTA,DetikNusantara.co.id – Terdapat tiga masalah utama dalam program Makanan Bergizi Gratis (MBG), yaitu penyerapan anggaran yang lambat, kejadian keracunan, dan banyaknya makanan bersisa.
Penyerapan anggaran MBG yang lambat, yaitu hanya sekitar Rp 5 triliun dari anggaran tahun 2025 yang direncanakan sebesar sekitar Rp 121 triliun hingga semester I tahun 2025, disebabkan oleh keterbatasan Sistem Pengadaan dan Pengelolaan Pangan (SPPG).
Keterlibatan sekolah sebagai SPPG dapat menjadi solusi untuk masalah ini karena sekolah lebih mengetahui kebutuhan siswanya. Banyaknya kejadian keracunan menuntut pemerintah untuk melakukan investigasi khusus dan membangun sistem pengendalian mutu.
Banyaknya makanan bersisa juga menjadi masalah serius karena dapat menyebabkan pemborosan anggaran. Jika 82 juta siswa menerima MBG dengan asumsi makanan bersisa 20%, maka terdapat potensi pemborosan anggaran sebesar Rp 200 miliar per hari. Anggaran ini dapat digunakan untuk alokasi belanja lainnya yang lebih produktif.
Pernyataan itu tertuang dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Ia menyampaikan bahwa laporan soal program makan bergizi gratis (MBG) dari teman-teman keuangan hasilnya baik-baik saja. Namun, kenyataannya banyak masalah pada MBG.
“Ada yang komplain, MBG penyerapannya rendah. Saya tanya sama teman-teman keuangan, bagaimana monitoringnya? Dia bilang bagus-bagus saja, tapi ternyata enggak, jelek,” kata Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta (11/9/2025).
Sehingga Menkeu Purbaya, berencana meminta laporan progres MBG kepada Kepala BGN Dadan Hindayana dan melakukan rapat dan jumpa pers bersama secara rutin.