Uncategorized
×

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Pertanyaan :

Apakah pembeli mobil jaminan fidusia kepada kreditur dengan akad jual beli akan membayar hutang/kreditnya hingga lunas dapat dijerat tindak pidana penipuan/penggelapan jika faktanya pembeli tidak melanjutkan pembayaran hutang si debitur???.

 

Jawaban :

Jaminan fidusia merupakan instrumen hukum yang digunakan untuk menjamin pelunasan utang debitur kepada kreditur. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia: “Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda”. Meskipun kepemilikan barang tetap berada pada debitur, hak fidusia mengalihkan hak kepada kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak berwenang menjual atau mengalihkan barang jaminan fidusia tanpa persetujuan kreditur, dan setiap transaksi jual-beli semacam itu tidak sah secara hukum perdata.

 

Secara hukum perdata, jual-beli sah apabila penjual memiliki hak penuh atas barang yang dijual (Pasal 1457 KUHPerdata). Dalam konteks fidusia:

1. Debitur telah mengalihkan hak fidusia kepada kreditur, sehingga tidak memiliki hak untuk menjual barang.

2. Penjualan barang jaminan fidusia tanpa izin kreditur tidak sah dan tidak menimbulkan peralihan kepemilikan kepada pembeli.

3. Janji pembeli untuk melanjutkan kredit debitur tidak menghapus ketidakabsahan transaksi.

 

Dengan demikian, hukum perdata melindungi hak kreditur dan menjamin efektivitas hak eksekusi atas barang jaminan fidusia.

 

Debitur yang menjual barang jaminan fidusia tanpa izin kreditur dapat dijerat pidana khusus berdasarkan Pasal 36 UU Fidusia, yang menegaskan: “Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)”.

 

Pasal 36 UU Fidusia merupakan lex specialis yang mengatur secara khusus perbuatan pidana terkait jaminan fidusia, sehingga mengalahkan ketentuan umum KUHP seperti Pasal 372 atau 378 tentang penggelapan atau penipuan (lex specialis derogat legi generali). Dengan prinsip ini, debitur dijerat berdasarkan UU Fidusia, bukan ketentuan umum KUHP.

 

Pembeli yang mengetahui status fidusia barang tetap dapat dijerat Pasal 480 KUHP tentang penadahan. Unsur-unsurnya mencakup:

1. Barang dibeli berasal dari perbuatan melawan hukum (penjualan jaminan fidusia tanpa izin).

2. Pembeli mengetahui atau seharusnya mengetahui asal-usul barang tersebut atau membelinya dengan harga tidak wajar.

 

Dengan demikian, pembeli tetap bertanggung jawab pidana meskipun ada perjanjian tambahan, seperti melanjutkan kredit debitur.

 

Prinsip lex specialis derogat legi generali menyatakan bahwa ketentuan hukum khusus mengesampingkan ketentuan hukum umum jika keduanya berlaku pada peristiwa yang sama. Dalam konteks ini, UU Fidusia (lex specialis) mengatur secara khusus penjualan barang jaminan fidusia tanpa izin kreditur.

 

Akibatnya, penerapan Pasal 36 UU Fidusia lebih tepat dibandingkan Pasal 372 atau 378 KUHP, karena perbuatan debitur sudah diatur secara spesifik dan disertai sanksi pidana khusus.

 

Berdasarkan analisis di atas, prinsip hukumnya adalah:

1. Debitur yang telah mengalihkan hak fidusia kepada kreditur tidak berwenang menjual barang jaminan fidusia.

2. Jual-beli barang jaminan fidusia tanpa izin kreditur tidak sah secara perdata.

3. Debitur yang tetap menjual barang dapat dijerat Pasal 36 UU Fidusia.

4. Pembeli yang mengetahui status fidusia barang dapat dijerat Pasal 480 KUHP.

5. Janji tambahan atau perjanjian lanjutan kredit tidak menghapus ketidakabsahan transaksi atau tanggung jawab pidana.

6. Prinsip lex specialis derogat legi generali menegaskan bahwa UU Fidusia (khusus) mengesampingkan ketentuan KUHP (umum) terkait penggelapan atau penipuan.

 

Hal ini menegaskan perlindungan hukum yang kuat bagi kreditur fidusia, kepastian kepemilikan barang, dan kepastian sanksi pidana bagi pihak-pihak yang melanggar aturan fidusia, sesuai prinsip hukum.

 

Penulis: Achmad Mukhoffi, S.H., M.H.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *