DetikNusantara.co.id – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali menekankan pentingnya kesiapsiagaan masyarakat Indonesia dalam menghadapi potensi gempa besar akibat aktivitas Megathrust.
Mengingat posisi geografis Indonesia yang berada di kawasan Cincin Api Pasifik, negara ini memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap bencana gempa bumi dan tsunami.
BMKG mengidentifikasi 13 segmen Megathrust yang mengelilingi wilayah Indonesia, di mana dua di antaranya memiliki potensi risiko tertinggi terhadap gempa dan tsunami, yaitu Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengingatkan bahwa gempa dari kedua zona ini hanya tinggal menunggu waktu, mengingat keduanya telah lama mengalami seismic gap atau periode tanpa gempa selama berabad-abad.
Gempa berkekuatan M5,2 yang mengguncang Nias Barat pada 7 Mei 2025 lalu, menjadi pengingat akan potensi bahaya Megathrust Mentawai-Siberut. Daryono menjelaskan bahwa gempa tersebut merupakan gempa dangkal akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia, dengan mekanisme pergerakan naik (thrust fault) yang berpusat di zona Megathrust Mentawai Siberut.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga menekankan perlunya kewaspadaan terhadap dampak Megathrust di selatan Jawa Barat hingga Selat Sunda. Para peneliti memperingatkan bahwa energi yang terakumulasi di zona subduksi ini dapat memicu gempa besar dengan magnitudo hingga 8,7 jika dilepaskan secara bersamaan.
Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Nuraini Rahma Hanifa, menjelaskan bahwa pelepasan energi ini tidak hanya menyebabkan guncangan kuat, tetapi juga dapat memicu tsunami besar. Jika Megathrust di wilayah Pangandaran pecah, gelombang tsunami setinggi 20 meter dapat terjadi dan menjalar ke berbagai wilayah, termasuk Banten, Lampung, bahkan Jakarta.
Di pesisir Banten, tsunami diprediksi mencapai ketinggian 4-8 meter, sementara seluruh wilayah pesisir Lampung yang menghadap Selat Sunda akan terdampak. Untuk Jakarta, tsunami diperkirakan mencapai pesisir utara dengan ketinggian 1-1,8 meter, tiba sekitar 2,5 jam setelah gempa terjadi.
BRIN mengajak masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko Megathrust, yang tidak hanya mencakup gempa dan tsunami, tetapi juga kerusakan infrastruktur, gangguan layanan dasar, dampak sosial ekonomi, hingga korban jiwa.
Meskipun belum ada yang dapat memastikan kapan bencana ini akan terjadi, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menegaskan bahwa pihaknya terus membahas isu ini untuk meningkatkan kesiapan masyarakat.
BMKG telah melakukan berbagai langkah antisipasi, termasuk menempatkan sensor sistem peringatan dini tsunami InaTEWS menghadap ke zona-zona megathrust, memberikan edukasi kepada masyarakat lokal dan internasional, serta berkolaborasi dengan pemerintah daerah untuk menyiapkan infrastruktur mitigasi.
BMKG juga secara berkala mengecek sistem peringatan dini yang telah dihibahkan ke pemerintah daerah dan berupaya menyebarluaskan informasi peringatan dini bencana dengan bantuan Kominfo.
Berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017, terdapat 13 segmen Megathrust yang mengancam Indonesia, antara lain:
Megathrust Mentawai-Pagai (M8,9)
Megathrust Enggano (M8,4)
Megathrust Selat Sunda (M8,7)
Megathrust Jawa Barat-Jawa Tengah (M8,7)
Megathrust Jawa Timur (M8,7)
Megathrust Sumba (M8,5)
Megathrust Aceh-Andaman (M9,2)
Megathrust Nias-Simeulue (M8,7)
Megathrust Batu (M7,8)
Megathrust Mentawai-Siberut (M8,9)
Megathrust Sulawesi Utara (M8,5)
Megathrust Filipina (M8,2)
Megathrust Papua (M8,7)
Dengan informasi ini, diharapkan masyarakat dapat lebih waspada dan mempersiapkan diri menghadapi potensi ancaman gempa Megathrust.













