Jember – Gerakan Masyarakat untuk Tani (GERASRUT) menggelar aksi damai yang diikuti oleh sekitar 100 orang massa, terdiri dari bapak-bapak dan ibu-ibu warga Desa Nogosari, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember. Aksi ini bertujuan untuk mendesak PTPN I Regional 4 PG Semboro agar segera melaksanakan kewajibannya sesuai amanat Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, khususnya terkait kewajiban pemegang Hak Guna Usaha (HGU) untuk mengalokasikan minimal 20% dari luas lahan HGU kepada masyarakat dalam bentuk kemitraan petani plasma.
Aksi dimulai tepat pukul 09.00 pagi dari posko aksi GERASRUT yang terletak tidak jauh dari areal lahan perkebunan. Dengan berjalan kaki sejauh kurang lebih 300 meter, massa menuju lokasi aksi di salah satu bidang lahan yang menjadi tuntutan masyarakat. Di sana, orasi-orasi perjuangan disampaikan secara bergantian oleh para tokoh masyarakat dan koordinator lapangan, yang menggugah semangat massa untuk tetap konsisten memperjuangkan hak atas tanah yang mereka klaim sebagai milik leluhur mereka.
Dalam orasinya, Muasim dan Pak Dulnanik selaku koordinator lapangan menegaskan bahwa aksi hari ini hanyalah aksi pemanasan. Mereka memberikan ultimatum kepada pihak PTPN I Regional 4 agar segera memenuhi kewajiban penyerahan 20% lahan kepada masyarakat dalam bentuk kemitraan plasma. Jika tidak, mereka mengancam akan kembali turun dengan kekuatan massa yang lebih besar.
“Ini baru pemanasan, kalau tidak ada tanggapan serius, kami akan datang dengan jumlah yang lebih besar. Kami ingin hidup dari tanah kami sendiri, kami ingin menjadi petani di tanah kami sendiri,” ujar Muasim dalam orasinya yang disambut sorakan semangat para peserta aksi.
Aksi tersebut juga mendapat perhatian dari aparat keamanan. Terpantau hadir di lokasi, Kanit Samapta Polsek Rambipuji bersama empat anggota yang mengamankan jalannya aksi agar tetap berlangsung tertib dan damai. Tidak ada gesekan antara massa aksi dan pihak keamanan, dan seluruh rangkaian kegiatan berlangsung dengan lancar.
Tanah yang Dirampas, Sejarah yang Terlupakan
Isu yang diangkat dalam aksi ini tidak hanya soal kewajiban administratif PTPN I sesuai peraturan perundang-undangan, namun juga menyentuh dimensi historis yang mendalam. Menurut Ketua Serikat Tani Independen (SEKTI) wilayah Jember, Jumain, permasalahan tanah Nogosari tidak dapat dilihat hanya dari aspek hukum positif saat ini, melainkan juga harus melihat sejarah panjang penguasaan tanah oleh masyarakat.
“Tanah Nogosari ini sejak masa kolonial Belanda sudah dikuasai oleh masyarakat secara turun-temurun. Tapi pada masa penjajahan, lahan tersebut dirampas secara paksa dan masyarakat diusir dari lahannya. Kemudian, saat masa transisi politik dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto pada 1965, terjadi pengambilan lahan secara besar-besaran yang kembali menyingkirkan warga dari tanah yang telah mereka kelola secara turun-temurun,” jelas Jumain.
Ia juga menambahkan bahwa saat ini sebagian masyarakat masih memiliki bukti kepemilikan lama dalam bentuk petok D, yang menjadi bukti sah bahwa tanah tersebut dulunya adalah milik masyarakat lokal. “Ini bukan sekadar soal 20 persen, tapi soal sejarah, soal identitas, dan soal keadilan yang selama puluhan tahun tertunda,” tegasnya.
Petani Plasma sebagai Solusi Pangan dan Keadilan Agraria
GERASRUT dalam tuntutannya menyampaikan bahwa pelibatan masyarakat sebagai petani plasma bukan hanya kewajiban hukum, tapi juga strategi krusial dalam menciptakan ketahanan pangan nasional. Dengan menjadikan masyarakat sebagai bagian dari pengelola perkebunan melalui pola kemitraan plasma, tidak hanya meningkatkan taraf hidup warga, namun juga memperluas basis produksi pangan nasional.
“Negara punya tanggung jawab menjamin akses rakyat terhadap tanah. Kalau rakyat punya akses, taraf hidup mereka naik. Kalau mereka bisa mengelola sebagai petani plasma, itu menunjang program ketahanan pangan nasional,” tambah Pak Dulnanik.
Mereka juga menegaskan bahwa kewajiban pemegang HGU untuk mengalokasikan 20% dari total lahan bukan hal yang bisa ditawar-tawar. Ini adalah amanat undang-undang yang seharusnya dilaksanakan oleh setiap pemegang izin usaha perkebunan. Menurut GERASRUT, hingga saat ini, PTPN I Regional 4 belum menunjukkan itikad baik untuk menjalankan kewajiban tersebut, padahal mereka telah beroperasi puluhan tahun di atas lahan yang dahulu merupakan milik masyarakat.
Menanti Tanggapan PTPN dan Pemerintah
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak PTPN I Regional 4 terkait tuntutan GERASRUT.
Nomer kontak PG Semboro 0336 441006 tidak aktif dan sedang berada diluar servis area. Sementara nomer kontak PTPN 1 Regional 4 Kebun Jember, 0821 3261 7*** diangkat oleh Pak Budi, bagian Budidaya.
Pak Budi sempat bilang bahwa dirinya meneruskan informasi aksi massa kepada pihak manajemen di atasnya. Kepada wartawan, Pak Budi juga mengirim nomer kontak Pakam Kebun Jember Pak Zainuri.
Pak Zainuri memberikan komentar datar tentang aksi massa ini. “Kegiatan tersebut harusnya memberitahukan kepada pihak kepolisian terlebih dahulu. Biar tidak melanggar UU penyampaian aspirasi di muka umum,” tulisnya lewat aplikasi WA kepada wartawan media ini.
Masyarakat berharap ada respons cepat dan konkret dari pihak perusahaan maupun pemerintah daerah agar konflik agraria ini tidak berlarut-larut.
“Kami sudah capek dijanjikan terus. Kalau dalam waktu dekat tidak ada kabar baik, kami siap turun lagi. Kali ini bukan seratus orang, tapi bisa seribu,” tegas Muasim menutup orasi.
Aksi damai ini menjadi penanda bahwa perjuangan rakyat terhadap hak atas tanah masih menjadi persoalan mendasar di berbagai daerah di Indonesia. Ketika hukum, sejarah, dan kebutuhan hidup rakyat bertemu dalam satu garis perjuangan, maka suara mereka tak bisa lagi diabaikan. (r1ck)