Jember – Puluhan kepala desa (kades) di Kabupaten Jember, Jawa Timur, saban hari dikumpulkan dalam suatu tempat untuk mengikuti kegiatan bertajuk sosialisasi pembentukan Koperasi Merah Putih (KMP). Setiap kades diwajibkan membawa serta sembilan orang warganya dalam pertemuan tersebut. Kegiatan ini disebut-sebut sebagai bagian dari upaya mempercepat realisasi program prioritas Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dalam mengembangkan ekonomi desa.
Namun di balik upaya tersebut, muncul kabar tak sedap. Sosialisasi yang digalang Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Diskop dan UMKM) Jember itu justru diwarnai rumor soal pengkondisian pembentukan pengurus KMP. Sejumlah informasi dari lapangan menyebutkan, penentuan calon pengurus koperasi telah diatur sedemikian rupa oleh kelompok tertentu yang memiliki koneksi politik kuat.
Indikasi itu menguat seiring laporan bahwa warga yang dibawa kades saat sosialisasi adalah mereka yang sebelumnya telah mengajukan diri menjadi pengurus koperasi tanpa melalui mekanisme rapat desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Praktik tersebut dikhawatirkan melanggar prinsip partisipasi dan transparansi dalam pembentukan koperasi.
Wakil Bupati Jember Ingatkan Bahaya Bancakan Anggaran
Menanggapi situasi tersebut, Wakil Bupati Jember, Djoko Susanto, memberikan pernyataan tegas. Ia menekankan bahwa program KMP adalah prioritas nasional yang harus dijalankan sesuai regulasi, yakni berdasarkan Surat Edaran Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis Percepatan Pelaksanaan Pembentukan KMP.
“Besarnya anggaran KMP, yang berkisar Rp3 hingga Rp5 miliar per desa, bukan ajang bancakan. Presiden ingin agar ekonomi desa bangkit, bukan justru menjadi ajang bagi segelintir orang untuk memperkaya diri,” ujar Djoko, Jumat, 25 April 2025.
Ia mengingatkan seluruh pihak, terutama Diskop, untuk serius membentuk koperasi berdasarkan asas filosofis, yaitu transparansi, keterlibatan masyarakat, kepatuhan terhadap prosedur, dan seleksi pengurus koperasi yang amanah serta kompeten.
“Kita wajib melibatkan masyarakat luas dan memastikan setiap tahapannya terbuka. Kalau pembentukan koperasi disusupi motif bancakan, jangan heran bila kasus korupsi seperti Kredit Usaha Tani (KUT) dahulu kembali terulang,” tandas Djoko.
Ia juga menyerukan masyarakat untuk aktif mengawasi proses pembentukan KMP. “Kalau ada intervensi, intimidasi, atau titipan orang menjadi pengurus koperasi, segera laporkan. Pasti kami tindak,” katanya menegaskan.
Diskop Jember Akui Format Sosialisasi Massal, Bantah Tahu Ada Pengkondisian
Sementara itu, dilansir dari kliktimes dot com, Kepala Diskop dan UMKM Jember, Sartini, membenarkan pihaknya mengumpulkan puluhan kades dari beberapa kecamatan sekaligus dalam satu kali sosialisasi. Tiap kades memang diminta membawa sembilan orang warganya.
Sartini beralasan, sosialisasi massal dilakukan demi mengejar waktu. “Rencananya, pada bulan Juli koperasi ini sudah harus di-launching,” jelasnya.
Ia membantah bahwa Diskop mengarahkan siapa yang harus menjadi pengurus koperasi. “Kami hanya sosialisasi. Tidak ada instruksi untuk langsung menentukan pengurus saat itu juga. Desa diberi kebebasan mau melakukan musyawarah atau tidak,” ujarnya.
Terkait dugaan adanya pengondisian, Sartini mengaku tidak tahu-menahu siapa warga yang dibawa kades dalam sosialisasi, apalagi jika dikaitkan dengan kepentingan pihak tertentu untuk mengamankan posisi pengurus koperasi.
Kades dan DPRD Jember Curiga Ada Agenda Tersembunyi
Namun, kesaksian di lapangan justru memperkuat kecurigaan publik. Akbar, Kades Cangkring, Kecamatan Jenggawah, mengungkapkan bahwa sebelum sosialisasi, beberapa warganya sudah lebih dulu datang meminta agar ditunjuk menjadi pengurus koperasi.
“Mereka memang warga desa saya. Mungkin aktif juga di organisasi tertentu. Mereka juga ingin ikut sosialisasi,” katanya.
Akbar sendiri menyatakan keberatan membentuk pengurus koperasi tanpa rapat dengan BPD, karena tidak ingin keputusannya dipandang sepihak.
Sikap curiga juga disuarakan Ketua Komisi B DPRD Jember, Candra Ary Fianto. Menurutnya, Diskop tampak tergesa-gesa dan mengabaikan prosedur formal, seperti melibatkan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (Dispemasdes).
“Format kegiatan pun tidak terfokus per kecamatan. Diskop malah membiarkan keputusan pembentukan pengurus koperasi dilakukan saat sosialisasi. Ini berpotensi disusupi kepentingan kelompok tertentu,” katanya.
Candra menduga Diskop sengaja memotong jalur koordinasi dengan Dispemasdes agar pengkondisian pembentukan pengurus berjalan lebih mulus. “Kalau Dispemasdes ikut, pasti akan mengingatkan perlunya musyawarah desa bersama BPD,” tambahnya.
DPRD Jember kini mencatat semua informasi yang berkembang dan berencana segera memanggil pejabat Diskop untuk meminta klarifikasi.
Suara Anak Sekolah: Sosialisasi Cuma Buang-Buang Anggaran
Uniknya, bahkan suara dari kalangan pelajar turut menyeruak. Abdullah Yusuf Amrin Tumanggor, siswa kelas IV SDN Kamal 3 Kecamatan Arjasa, dengan polos menyinggung sejarah kelam korupsi KUT.
“Kakek saya dulu bolak-balik ke Polda Jatim ngantar tersangka KUT. Kalau nama-nama pengurus sudah disusun sejak awal, buat apa lagi ada sosialisasi? Hanya buang-buang anggaran saja,” kata Amrin lugas.
Pernyataan bocah itu seolah merangkum keresahan banyak pihak, bahwa semangat membangun ekonomi desa bisa kembali terjerembab ke dalam pola lama korupsi, jika pembentukan koperasi tidak diawasi secara ketat.
Pentingnya Transparansi dalam Pembentukan Koperasi
Kasus di Jember ini menjadi alarm keras bahwa dalam program sebesar KMP, pengawasan publik dan komitmen terhadap transparansi mutlak diperlukan. Pembentukan koperasi di desa bukan sekadar membentuk struktur organisasi, melainkan membangun fondasi ekonomi baru berbasis masyarakat.
Setiap penyimpangan, sekecil apapun, berpotensi mencederai amanat rakyat dan menodai program nasional. Oleh karena itu, keterbukaan, partisipasi penuh masyarakat, dan penegakan aturan harus menjadi prioritas utama, bukan sekadar formalitas yang direkayasa untuk meloloskan kepentingan tertentu.
Jika tidak, mimpi Presiden Prabowo untuk mengangkat ekonomi desa melalui KMP bisa berakhir menjadi mimpi buruk baru bagi rakyat. (r1ck)