Pemerintahan

Ini 9 Sekolah SMP di Probolinggo yang Melakukan Transaksi Fiktif Berdasarkan Temuan BPK

878
×

Ini 9 Sekolah SMP di Probolinggo yang Melakukan Transaksi Fiktif Berdasarkan Temuan BPK

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

PROBOLINGGO,DetikNusantara.co.id — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya dugaan penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di sembilan sekolah yang menjadi sampel audit.

Modus yang digunakan adalah transaksi fiktif melalui aplikasi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah).

Berdasarkan temuan BPK, setelah dana BOS cair, pihak penyedia mengembalikan sebagian uang tersebut ke sekolah. Dana yang dikembalikan adalah total transaksi yang sudah dipotong pajak dan biaya jasa sebesar 5 persen.

Informasi yang didapat DetikNusantara.co.id menyebutkan bahwa seluruh proses transaksi di aplikasi SIPLah ini sepenuhnya dikerjakan oleh pihak penyedia.

Setelah dana BOS cair dan masuk ke rekening penyedia, uangnya dikembalikan lagi kepada bendahara BOS sekolah, baik secara tunai maupun transfer ke rekening pribadi. Praktik ini diduga sebagai Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Berikut sembilan sekolah yang terlibat dalam praktik ini beserta besaran dana BOS yang diterima pada tahun 2024:

1. SMPN 1 Kraksaan: Rp870.000.000
2. SMPN 1 Besuk: Rp528.959.923
3. SMPN 1 Banyuanyar: Rp526.640.000
4. SMPN 3 Gading: Rp180.960.000
5. SMPN 1 Gading: Rp127.020.000
6. SMPN 1 Tiris: Rp199.520.000
7. SMPN 1 Maron: Rp270.860.000
8. SMPN 2 Maron: Rp164.720.000
9. SMPN 3 Maron: Rp167.620.000

Dari total dana yang diselewengkan, pihak penyedia harus mengembalikan keuntungan atau fee 5 persensebesar Rp68.629.113. Selain itu, dua sekolah juga diwajibkan mengembalikan dana BOS ke Kas Daerah karena tidak bisa dipertanggungjawabkan:

SMPN 1 Kraksaan harus mengembalikan Rp259.930.860.

SMPN 1 Gading harus mengembalikan Rp18.000.000.

Sebelumnya, oknum guru yang terlibat kasus penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah Pendidikan (BOSP) di SMPN 1 Kraksaan dan SMPN 1 Gading hanya mendapatkan sanksi administratif dengan pengembalian dana kepada kas daerah.

Hal tersebut disampaikan Inspektur Kabupaten Probolinggo, Imron Rosyadi, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp tentang rekomendasi sanksi yang diajukan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Probolinggo kepada bupati.

Ia menyampaikan bahwa temuan BPK tersebut masih sanksi admistratif saja, diberi waktu 60 hari untuk pengembalian dan pihak lembaga sudah mengembalikan dana tersebut ke kas daerah.

“Temuan BPK masih sanksi administratif dan diberi waktu 60 hari untuk pengembalian dan lembaga sudah menindaklanjuti pak,” balasnya.

Merujuk pada Undang-Undang nomer 20 tahun 2001, mengatur tentang pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi. Di mana pasal tersebut menegaskan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi.

Pasal ini menekankan bahwa tujuan utama pemberantasan korupsi adalah untuk memberikan efek jera dan mencegah terjadinya korupsi di masa depan, bukan hanya sekadar pemulihan kerugian negara.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Probolinggo, juga menyampaikan keterlibatan SMPN 1 Kraksaan, terkait kasus dugaan penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah Pendidikan (BOSP) di sejumlah sekolah di kabupaten setempat.

Menyikapi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Probolinggo, Dwijoko Nurjayadi, menegaskan bahwa praktik curang ini adalah ulah oknum, bukan kesalahan sistem yang terstruktur.

“Praktik seperti itu tidak benar dan itu adalah oknum, bukan kebijakan, serta tidak mengikuti aturan yang ada,” ujar Dwijoko, Jumat (15/8/2025)..

Dwijoko menegaskan, seharusnya semua pembelian barang dan jasa menggunakan dana BOSP dilakukan melalui SIPLah, sebuah platform resmi dari Kementerian Pendidikan yang dirancang untuk mempermudah dan menertibkan transaksi di sekolah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *