PROBOLINGGO,DetikNusantara.co.id – Kasus kekerasan di lingkungan pendidikan masih menjadi isu serius di Kabupaten Probolinggo. Lembaga Perlindungan Anak (LPA) kabupaten setempat mencatat tujuh kasus pelanggaran perlindungan anak di sektor pendidikan sejak Januari hingga September 2025, salah satunya terjadi di SMPN 2 Kraksaan.
“Faktanya, kekerasan di lingkungan pendidikan ini masih terus berulang. Ini adalah tantangan kita bersama,” ujar Sekretaris LPA Kabupaten Probolinggo, Muslimin.
LPA Kabupaten Probolinggo memberikan perhatian serius terhadap masalah ini dengan mengaktifkan program sosialisasi “Stop Bullying dan Anti Kekerasan” di berbagai institusi pendidikan, baik formal maupun informal.
Muslimin menjelaskan bahwa pemerintah telah memiliki sejumlah payung hukum untuk penanganan kekerasan, di antaranya:
* UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
* UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
* Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Menurut Muslimin, kekerasan di dunia pendidikan bisa terjadi di semua jenjang, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Bentuk kekerasannya beragam, mulai dari fisik, psikis, hingga seksual, dengan pelaku yang bisa berasal dari peserta didik, tenaga pendidik, atau warga di lingkungan sekolah.
LPA menekankan bahwa penanganan masalah ini harus dilakukan secara terpadu. Edukasi tentang kekerasan, baik fisik, verbal, maupun seksual, tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi juga orang tua. Orang tua diharapkan dapat mendeteksi perilaku anak yang mengindikasikan mereka menjadi korban atau pelaku kekerasan.
“Diperlukan penambahan guru Bimbingan Konseling (BK) pada satuan pendidikan dasar dan menengah dengan rasio jumlah siswa yang proporsional,” tambahnya.

 
 
							











