Nasional

Keracunan MBG kembali Terjadi, Pengamat: Pengawasan Lemah dan Perlu ada Sanksi

31
×

Keracunan MBG kembali Terjadi, Pengamat: Pengawasan Lemah dan Perlu ada Sanksi

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

DetikNusantara.co.id – Masalah keracunan dalam Makan Bergizi Gratis (MBG) masih saja terjadi, kasus terbaru muncul di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Sanksi tegas seperti apa yang diperlukan agar kejadian tidak berulang? Sebanyak 111 siswa SMPN 8 Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dilarikan ke sejumlah rumah sakit akibat keracunan usai menyantap MBG.

Dilansir dari Kompas.com, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan pengecekan detail terkait kasus yang terjadi awal pekan lalu. Di sisi lain, dia memastikan bahwa evaluasi dan pelatihan kepada SPPG atau dapur MBG selalu dilakukan untuk memastikan kualitas dan gizi MBG.

“Sedang dicek detail penyebabnya. Iya betul (SPPG selalu diberi pelatihan),” kata Dadan, Rabu (22/7/2025).

Ketika ditanya apakah ke depannya akan ada sanksi tegas kepada SPPG yang terbukti lalai dan tidak menjalankan SOP dalam penyajian MBG, sehingga menyebabkan keracunan, Dadan menyebut akan melakukan perbaikan terus-menerus.

“Kita akan perbaiki terus-menerus,” lanjutnya. Kasus keracunan MBG bukanlah yang pertama kali.

Kasus ini secara berulang kerap terjadi dengan beragam sebab, mulai dari masalah food tray alias nampan yang tidak memiliki standar mutu, hingga adanya kontaminasi bakteri Salmonella dan E coli.

Hal ini juga menimbulkan kekhawatiran hingga trauma orang tua mengenai keselamatan anak mereka yang menjadi penerima manfaat MBG.

Saat ditanya, bagaimana langkah BGN untuk meyakinkan orang tua dan siswa bahwa MBG yang diberikan memenuhi standar kualitas, mutu, dan gizi seimbang, Dadan menegaskan bahwa pihaknya terus mengupayakan zero accident. “Kita upayakan zero accident,” tegas Dadan.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, menegaskan bahwa program MBG masih memiliki kelemahan dalam tata kelola dan pengawasan di tingkat daerah.

Salah satu sorotan utama adalah lemahnya peran pemerintah daerah dalam memastikan program berjalan dengan aman dan membawa manfaat langsung kepada masyarakat sekitar.

“Saya melihat memang ini harus dibuat satu peraturan teknis yang mengatur mengenai tata kelola dan sanksi-sanksi itu,” kata Trubus, seperti dikutip dari Kompas.com.

“Jika muncul keracunan-keracunan itu, itu kan sebenarnya masalah pengawasan yang lemah, masalah pengawasan kualitas, masalah tata kelola yang tidak transparan,” ujarnya.

Ia menyoroti adanya ketimpangan pelaksanaan di tiap daerah yang belum diimbangi dengan pengawasan dan tanggung jawab memadai dari pemda.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *