Categories: Pemerintahan

Kota Probolinggo di Persimpangan: Ekonomi Tumbuh, Moral Runtuh?

Detiknusanatara.co.id. – Kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Probolinggo yang membuka ruang bagi berdirinya usaha hiburan malam seperti panti pijat, karaoke, diskotik, dan bar, patut dikritisi secara serius. Langkah tersebut, yang disebut sebagai upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan menarik investasi, sesungguhnya menyimpan potensi persoalan yang jauh lebih kompleks daripada manfaat ekonomi yang dijanjikan. Dalam konteks sosial dan moral masyarakat Probolinggo yang religius, kebijakan semacam ini bisa menimbulkan gejolak sosial serta menggerus nilai-nilai luhur yang telah lama menjadi pijakan kehidupan masyarakat setempat.

 

Pemerintah memang memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan ekonomi daerah. Namun, pembangunan tidak boleh hanya dilihat dari aspek finansial semata. Upaya mengejar kenaikan PAD tidak dapat dijadikan dalih untuk melegitimasi kebijakan yang berpotensi menimbulkan dampak sosial dan moral yang destruktif. Pengalaman di berbagai daerah menunjukkan bahwa keberadaan tempat hiburan malam kerap menjadi pintu masuk bagi berbagai bentuk penyimpangan sosial, mulai dari peredaran minuman keras, praktik prostitusi terselubung, hingga meningkatnya kriminalitas di lingkungan sekitar. Dalam banyak kasus, kehadiran usaha hiburan malam sering kali berujung pada menurunnya ketertiban umum dan meningkatnya keresahan masyarakat.

 

Meskipun pemerintah beralasan bahwa izin yang diberikan akan disertai dengan pengawasan ketat agar tetap “tertib dan aman”, kenyataannya penerapan di lapangan sering jauh dari harapan. Pengawasan yang lemah, praktik kolusi dalam perizinan, serta minimnya penegakan hukum sering membuat aturan hanya menjadi formalitas tanpa makna. Akibatnya, niat baik pemerintah untuk mengatur justru berubah menjadi celah yang dimanfaatkan oleh oknum tertentu demi keuntungan pribadi. Dalam situasi seperti ini, masyarakatlah yang menanggung dampaknya — baik dalam bentuk kerusakan moral generasi muda, meningkatnya potensi konflik sosial, maupun hilangnya rasa aman di lingkungan tempat tinggal.

 

Lebih jauh lagi, arah pembangunan daerah seharusnya tidak hanya diukur dari seberapa besar PAD yang berhasil dikumpulkan, melainkan juga dari sejauh mana pemerintah mampu menjaga keseimbangan antara kemajuan ekonomi dan ketertiban sosial. Pembangunan yang mengabaikan nilai-nilai moral dan kearifan lokal bukanlah bentuk kemajuan, melainkan kemunduran. Kota Probolinggo dikenal sebagai kota dengan tradisi keagamaan yang kuat dan masyarakat yang menjunjung tinggi norma sosial. Oleh karena itu, membuka peluang bagi berdirinya usaha hiburan malam merupakan langkah yang kontraproduktif terhadap identitas dan karakter masyarakat tersebut.

 

Daripada menempuh jalan yang berisiko tinggi seperti melegalkan tempat hiburan malam, pemerintah seharusnya lebih fokus pada pengembangan sektor-sektor ekonomi produktif yang sehat dan berkelanjutan. Sektor UMKM, pariwisata halal, industri kreatif, pertanian, serta pendidikan vokasi memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa harus mengorbankan nilai-nilai sosial dan moral. Penguatan sektor-sektor ini tidak hanya memberikan dampak ekonomi, tetapi juga memperkuat fondasi sosial dan budaya masyarakat Probolinggo.

 

Selain itu, proses penyusunan peraturan daerah (perda) yang berkaitan dengan moral publik semestinya tidak dilakukan hanya berdasarkan pertimbangan ekonomi semata. Perlu adanya pelibatan yang lebih luas dari berbagai elemen masyarakat, seperti tokoh agama, akademisi, lembaga pendidikan, tokoh pemuda, dan organisasi masyarakat sipil. Dengan keterlibatan berbagai pihak tersebut, arah pembangunan dapat dijaga agar tetap sejalan dengan nilai keadaban, budaya lokal, serta aspirasi masyarakat luas.

 

Pada akhirnya, dalih peningkatan PAD tidak boleh dijadikan alasan untuk mengabaikan risiko sosial yang mungkin muncul. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang tidak hanya menghasilkan keuntungan ekonomi, tetapi juga memperkuat sendi-sendi moral, budaya, dan spiritual masyarakat. Oleh sebab itu, perda yang membuka peluang bagi usaha hiburan malam di Kota Probolinggo perlu dikaji ulang secara menyeluruh. Pemerintah harus berani menimbang kembali kebijakan tersebut dengan perspektif yang lebih holistik — bahwa pembangunan sejati bukan sekadar tentang angka, tetapi tentang menjaga harmoni antara kemajuan ekonomi dan keluhuran moral.

 

Redaksi

Share
Published by
Redaksi

Recent Posts

Pahami Jika Flas Kamera ETLE Berkedip Lebih dari Satu Kali, Tandanya Memotret Kendaraan yang Jadi Target

DetikNusantara.co.id - Kamera Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) atau tilang elektronik yang terpasang di jalan…

51 menit ago

Rupiah Melemah jadi 16 590 Dolar AS pada Senin 13 Oktobet 2025

DetikNusantara.co.id -  Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Senin di Jakarta melemah sebesar 20…

3 jam ago

Penjelasan Ilmiyah, Kenapa Pukul 05.30 pagi Sekarang sudah Terlihat Terang?

DetikNusantara.co.id – Sejumlah warga di Indonesia, khususnya di wilayah bagian Barat, belakangan menyadari bahwa langit…

3 jam ago

Jangan Langsung Nyalakan Lampu saat Masuk Kamar Hotel agar Tidak Terjadi seperti Ini

DetikNusantara.co.id – Saat masuk ke kamar hotel, pertama kali pasti akan menyalakan lampu dan itu…

4 jam ago

Jembatan Kaca Seruni Point Gunung Bromo Probolinggo Belum juga Dibuka, Ini Kendalanya

PROBOLINGGO, DetikNusantara.co.id – Jembatan kaca Seruni Point di wisata Gunung Bromo, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur,…

4 jam ago

Kalahkan 500 Peserta! Peran Penting THE BENY ENGLISH COLLEGE Probolinggo di TEFLIN International Conference Unibraw

Malang - Lembaga kursus dan pelatihan bahasa Inggris THE BENY ENGLISH COLLEGE yang berpusat di…

5 jam ago