PROBOLINGGO, DetikNusantara.co.id – Persatuan Anggota Badan Permusyawaratan Desa Seluruh Indonesia (PABPDSI) Kabupaten Probolinggo secara resmi menyampaikan sejumlah aspirasi vital di Rumah Aspirasi DPRD Kabupaten Probolinggo. Aspirasi ini, yang berfokus pada diskriminasi anggaran dan perbaikan tata kelola pemerintahan desa, diharapkan dapat ditampung dan diperjuangkan oleh anggota DPRD, sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 Pasal 373 tentang kewajiban menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
PABPDSI Probolinggo menyoroti adanya diskriminasi anggaran yang telah berlangsung selama dua dekade, berdampak pada terhambatnya fungsi BPD sebagai lembaga pengawas dan penyalur aspirasi masyarakat desa. Tunjangan kedudukan, tunjangan kinerja, biaya operasional, hingga pengembangan kapasitas BPD tidak berjalan normal, jauh berbeda dengan mitra mereka seperti Kepala Desa dan perangkat desa.
“Terjadinya pembiaran agar BPD tetap dalam kondisi tidak dapat menjalankan fungsi, adalah upaya pelemahan secara sistematis,” ungkap perwakilan PABPDSI. Kondisi ini membuat BPD kerap dicap sebagai “Badan Pelengkap Desa” di mata masyarakat, padahal BPD memiliki fungsi krusial dalam membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa, menampung aspirasi, serta melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Sejak berdiri pada tahun 2021, PABPDSI Kabupaten Probolinggo terus berupaya membimbing BPD agar meningkatkan kapasitas dan pemahaman mereka mengenai tugas, fungsi, kewajiban, dan hak yang melekat pada BPD.
Dalam pertemuan tersebut, PABPDSI menyampaikan empat poin utama terkait pembiayaan BPD:
- Kenaikan Tunjangan Kedudukan: PABPDSI mendesak adanya perubahan pagu Alokasi Dana Desa (ADD) dari minimal 10% menjadi minimal 15%-25% dari dana perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Kenaikan ini dinilai penting untuk menjamin asas keadilan dan kepatutan, mengingat tunjangan kedudukan BPD tidak pernah naik sejak berlakunya UU Nomor 6 Tahun 2014, berbeda dengan Kepala Desa dan perangkatnya. PABPDSI berharap perubahan ini mulai berlaku pada Tahun Anggaran 2026.
- Biaya Operasional BPD yang Merata: PABPDSI menemukan fakta bahwa biaya operasional BPD masih belum merata, bahkan banyak yang tidak dianggarkan atau tidak diberikan oleh pemerintah desa. Mereka menuntut perubahan Peraturan Bupati Probolinggo Nomor 1 Tahun 2025 agar mencantumkan biaya operasional BPD secara persentase, minimal 25% dari biaya operasional pemerintahan desa, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
- Tunjangan Kinerja BPD dari Pendapatan Asli Desa: BPD belum pernah merasakan tunjangan kinerja. PABPDSI meminta Pemerintah Daerah untuk membimbing pengelolaan tanah kas desa sebagai sumber Pendapatan Asli Desa (PAD) dan menetapkan tunjangan kinerja BPD minimal 10% dari PAD.
- Anggaran Pengembangan Kapasitas BPD: PABPDSI menekankan pentingnya anggaran pengembangan kapasitas BPD, seperti pendidikan, pelatihan, dan kunjungan lapangan. Mereka menuntut Pemerintah Daerah menetapkan anggaran minimal Rp 500.000,- per tahun per anggota BPD, guna mencegah “kebodohan sistematis” yang menghambat kinerja BPD.
Selain pembiayaan, PABPDSI juga menyampaikan tuntutan terkait perbaikan tata kelola pemerintahan desa:
- Pengesahan Lembaga BPD: PABPDSI meminta Pemerintah Daerah menetapkan naskah Surat Keputusan Pengesahan Lembaga BPD agar Camat memiliki dasar hukum yang jelas, mengingat selama ini tidak ada pengesahan resmi lembaga BPD di Kabupaten Probolinggo.
- Transparansi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa: PABPDSI menyoroti tidak adanya penyerahan Laporan Keterangan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LKPPD) dari Kepala Desa kepada BPD secara transparan. Mereka meminta DPRD melakukan audit kinerja pemerintah desa dan BPD secara bersama-sama.
- Salinan Peraturan Desa dan APBDes: BPD seringkali tidak mendapatkan salinan peraturan desa terkait anggaran (RKPDes, APBDes, APBDes Perubahan, dan Realisasi APBDes). Kondisi ini menghambat fungsi pengawasan BPD. PABPDSI meminta Pemerintah Daerah mengontrol pemerintah desa dalam penyediaan arsip dan salinan peraturan desa.
- Optimalisasi Layanan Pengaduan “LAPOR KANDA”: Meskipun awalnya dipuji, layanan pengaduan masyarakat “LAPOR KANDA” dinilai mandul karena tidak ada tindak lanjut yang jelas. PABPDSI menuntut Pemerintah Daerah serius menangani pengaduan dengan cermat, cepat, dan tuntas.
- Layanan Informasi Publik Desa: Meskipun JDIH Kabupaten Probolinggo telah menyediakan platform untuk mengunggah Peraturan Desa, belum ada satu pun pemerintah desa yang memanfaatkannya. PABPDSI meminta Pemerintah Daerah memberikan bimbingan teknis terkait pembuatan Peraturan Desa tentang Layanan Informasi Publik Desa dan mendorong pengunggahan di JDIH Kabupaten Probolinggo.
PABPDSI Kabupaten Probolinggo berharap aspirasi ini ditampung dan diperjuangkan demi mengakhiri diskriminasi anggaran dan pembinaan terhadap BPD. Mereka mengingatkan bahwa diskriminasi anggaran bertentangan dengan prinsip keadilan dan transparansi pengelolaan keuangan desa.
“Pembiaran pelemahan fungsi BPD yang terjadi hampir di seluruh kecamatan se-Kabupaten Probolinggo tidak boleh terulang,” tegas Perwakilan PABPDSI. Mereka juga mengutip Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Pasal 380 yang menyebutkan kewajiban Bupati sebagai kepala daerah untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perangkat daerah.
PABPDSI Kabupaten Probolinggo mengajak seluruh pihak untuk “Ayo berbenah untuk Probolinggo SAE.” Mereka menegaskan bahwa tanpa terciptanya “Desa SAE” (Sejahtera, Aman, dan Edukatif), Probolinggo tidak akan pernah mencapai tujuan “Probolinggo SAE” dan hanya akan menjadi “slogan tanpa realita.”