Categories: Uncategorized

Penarikan Paksa Objek Jaminan Fidusia dari Pihak Ketiga Non-Debitur: Analisis terhadap Asas Legalitas, Cacat Kehendak, dan Potensi Delik Pemerasan

Pendahuluan

Dalam praktik hukum pembiayaan konsumen, sering ditemukan peristiwa penarikan objek jaminan fidusia (khususnya kendaraan bermotor) oleh pihak debt collector dari tangan penguasa barang yang bukan merupakan debitur dalam perjanjian pembiayaan. Fenomena ini menimbulkan persoalan yuridis yang kompleks, karena mempertemukan dua rezim hukum sekaligus: hukum perdata tentang hak kebendaan dan jaminan fidusia, serta hukum pidana yang melindungi kebebasan kehendak dan rasa aman individu.

Pertanyaannya: Apakah tindakan penarikan paksa oleh debt collector terhadap pihak ketiga non-debitur merupakan pelaksanaan hak jaminan, atau justru telah beralih menjadi perbuatan pidana karena mengandung unsur pemaksaan dan cacat kehendak?

 

Kedudukan Hukum Penguasa Non-Debitur atas Objek Fidusia

Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda tersebut tetap dalam penguasaan pemberi fidusia. Dengan demikian, hak milik yuridis (juridische eigendom) berada pada penerima fidusia (kreditur), sedangkan hak penguasaan fisik (feitelijke macht) berada pada debitur.

Apabila kendaraan tersebut kemudian dialihkan kepada pihak ketiga (pembeli baru), maka pihak ketiga tersebut memperoleh penguasaan faktual, bukan hak kepemilikan bebas beban. Namun demikian, berdasarkan asas perlindungan penguasaan (bezit) sebagaimana dikembangkan dalam sistem hukum kontinental (Pasal 1977 KUHPerdata), penguasaan yang dilakukan dengan itikad baik tetap dilindungi secara hukum, kecuali terbukti bahwa penguasa mengetahui adanya beban jaminan fidusia pada objek tersebut.

Dengan demikian, pihak ketiga penguasa (non-debitur) memiliki perlindungan hukum terhadap gangguan sewenang-wenang atas penguasaannya, termasuk dari tindakan pemaksaan fisik oleh pihak ketiga.

 

Dimensi Legalitas Eksekusi Fidusia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 merupakan tonggak penting yang menegaskan bahwa pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia tidak dapat dilakukan secara sepihak, kecuali terdapat kesepakatan penyerahan sukarela dari pihak yang menguasai objek (debitur/non-debitur).

Putusan tersebut menegaskan prinsip:

“Jika terdapat keberatan dari pemberi fidusia atau pihak yang menguasai objek, maka pelaksanaan eksekusi wajib dilakukan melalui mekanisme peradilan.”

Implikasinya sangat jelas: tidak ada lagi ruang bagi penarikan sepihak oleh debt collector, baik terhadap debitur maupun pihak ketiga non-debitur.

Tindakan penarikan yang dilakukan tanpa dasar eksekutorial atau tanpa persetujuan tertulis adalah pelanggaran terhadap asas legalitas eksekusi, sekaligus pelanggaran hak konstitusional atas rasa aman (Pasal 28G ayat (1) UUD 1945).

 

Cacat Kehendak dan Unsur Pemaksaan dalam Perspektif Hukum Pidana

Dalam teori kehendak (wilstheorie), setiap tindakan hukum harus lahir dari kehendak bebas subjek hukum. Apabila penyerahan barang terjadi di bawah tekanan, ancaman, atau intimidasi, maka pernyataan kehendak tersebut cacat secara yuridis (Pasal 1321 KUHPerdata).

Dalam konteks pidana, bentuk pemaksaan kehendak semacam ini dapat memenuhi unsur-unsur:

a. Pasal 368 KUHP – Pemerasan

Unsur utama:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk menyerahkan sesuatu barang.”

Apabila debt collector menakut-nakuti, mengancam, atau melakukan kekerasan agar pihak ketiga menyerahkan kendaraan, maka unsur pasal ini terpenuhi, meskipun objek yang diambil merupakan barang yang masih menjadi jaminan fidusia.

b. Pasal 335 KUHP – Pemaksaan atau Perbuatan Tidak Menyenangkan

“Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan.”

Jika perbuatan dilakukan tanpa unsur pengambilan keuntungan materiil tetapi dengan cara mengintimidasi, menghadang di jalan, atau menyerang martabat korban, maka pasal ini dapat diterapkan sebagai bentuk perlindungan terhadap hak rasa aman individu.

Dengan demikian, penarikan paksa terhadap pihak ketiga non-debitur merupakan bentuk pemaksaan kehendak yang dapat mengandung delik pidana, bergantung pada modus dan intensitas tindakan yang dilakukan.

 

Distingsi antara Pelaksanaan Hak dan Penyalahgunaan Hak

Dalam doktrin hukum perdata, dikenal asas abus de droit (penyalahgunaan hak).

Meskipun penerima fidusia memiliki hak jaminan atas benda, hak tersebut tidak boleh dijalankan dengan cara melanggar hak subjek hukum lain. Eksekusi yang melanggar prosedur hukum adalah bentuk misuse of right, yang tidak hanya meniadakan legitimasi keperdataan, tetapi juga dapat bertransformasi menjadi perbuatan melawan hukum pidana.

Dengan demikian, ketika hak eksekusi dijalankan secara intimidatif terhadap penguasa non-debitur, maka hak tersebut beralih sifatnya dari pelaksanaan hak menjadi perbuatan melawan hukum, baik secara perdata (onrechtmatige daad) maupun pidana.

 

Perlindungan Hukum bagi Penguasa Non-Debitur

Meskipun pembeli atau penguasa bukan pemilik sah secara yuridis atas kendaraan, ia tetap dilindungi oleh hukum pidana dari segala bentuk kekerasan, pemaksaan, atau intimidasi.

Hak ini merupakan bagian dari hak asasi atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman kekerasan sebagaimana dijamin oleh Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.

Sehingga, orang yang menguasai kendaraan secara sah berdasarkan perjanjian jual beli, sekalipun belum bebas fidusia, dapat melapor ke kepolisian atas tindakan debt collector yang mengambil secara paksa.

 

Sintesis Normatif dan Kesimpulan

1. Penguasaan faktual pihak ketiga non-debitur terhadap objek fidusia tetap dilindungi oleh hukum dari gangguan atau tindakan paksa yang tidak berdasarkan prosedur eksekutorial sah.

2. Penarikan oleh debt collector tanpa persetujuan tertulis atau perintah pengadilan bertentangan dengan prinsip legalitas eksekusi sebagaimana ditegaskan dalam Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019.

3. Tindakan pemaksaan atau penarikan paksa dengan ancaman maupun kekerasan terhadap pihak ketiga dapat memenuhi unsur delik Pasal 368 KUHP (pemerasan) atau Pasal 335 KUHP (pemaksaan/perbuatan tidak menyenangkan).

4. Dalam kerangka hukum publik, tindakan demikian merupakan pelanggaran terhadap hak konstitusional atas perlindungan diri dan rasa aman (Pasal 28G ayat (1) UUD 1945).

5. Oleh karena itu, penguasa non-debitur berhak melaporkan perbuatan tersebut sebagai tindak pidana, di samping dapat menggugat perbuatan melawan hukum secara perdata terhadap pelaku maupun lembaga pembiayaan yang memberi kuasa.

 

Penutup

Secara doktrinal, penarikan paksa oleh debt collector terhadap pihak ketiga bukanlah pelaksanaan hak jaminan fidusia, melainkan bentuk eksekusi liar (extrajudicial coercion) yang tidak diakui dalam sistem hukum Indonesia.

Negara hukum (rechtstaat) tidak memberikan ruang bagi penegakan hak dengan cara kekerasan.

Setiap tindakan pemulihan hak harus tunduk pada asas due process of law, karena tanpa itu, keadilan berubah menjadi kekuasaan yang menindas.

 

Redaksi

Recent Posts

Siapa Dhimas Faisol Akbar? Inilah Sosok Juara II Duta Lalu Lintas Jawa Timur yang Viral

Jember – Kebanggaan besar datang dari Kabupaten Jember. Dhimas Faisol Akbar, putra daerah yang dikenal…

11 menit ago

iPhone 17 Belum Usai, Kini Apple akan Merilis iPhone 20

DetikNusantara.co.id - Perusahaan teknologi multinasional Apple diperkirakan merilis seri ponsel pintar iPhone 20 pada tahun…

25 menit ago

Nilai Tukar Rupiah Jumat pagi ini Menguat, Jadi Rp16.612 per Dolar AS

DetikNusantara.co.id - Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Jumat di Jakarta menguat sebesar 17…

35 menit ago

Lapak Pedagang di atas Pipa Gas Pasar Rau Dibongkar, LIN Apresiasi Ketegasan DPRD Serang

KOTA SERANG, DetikNusantara.co.id - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Serang, Muji Rohman, mengambil…

2 jam ago

Polres Probolinggo dan Serikat Pekerja Buruh Apel Akbar Kebangsaan, Berikut Tujuannya

PROBOLINGGO, DetikNusantara.co.id - Suasana berbeda terlihat di halaman Mapolres Probolinggo, Kamis (23/10/25) pagi. Ratusan buruh…

21 jam ago

Timnas Indonesia U-17 Lolos ke Piala Dunia 2025, sebelum Berlaga bakal Lakukan 3 Kali Uji Coba

DetikNusantara.co.id - Pelatih Timnas Indonesia U-17 Nova Arianto terus mematangkan anak asuhnya lewat pemusatan latihan (TC) di…

21 jam ago