Categories: Hukum

Pisah Tempat Tinggal Enam Bulan: Indikator Materiil atau Syarat Formil??? Analisis atas Rumusan Hukum Kamar Agama dalam SEMA No.3/2023

Kedudukan Rumusan Hukum Kamar Agama sebagai Sumber Hukum Yudisial

Rumusan Hukum Kamar Agama sebagaimana tercantum dalam SEMA Nomor 3 Tahun 2023 tidak dapat disamakan dengan norma hukum positif (positive law) yang memiliki daya ikat umum (erga omnes). Rumusan tersebut lebih tepat dipahami sebagai pedoman internal bagi para hakim guna menjaga konsistensi penerapan hukum serta keseragaman interpretasi di lingkungan peradilan agama. Dengan demikian, karakter hukumnya bersifat interpretatif-normatif, bukan preskriptif-legislatif.

Konsekuensinya, ketentuan “berpisah tempat tinggal paling singkat enam bulan” sepatutnya ditafsirkan sebagai indikator substantif dalam pembuktian—bukan sebagai syarat formil sebagaimana diatur dalam Pasal 118 HIR.

 

Distingsi antara Syarat Formil Gugatan dan Unsur Materiil Alasan Perceraian

Secara teoretis, perlu dibedakan antara:

Syarat formil gugatan, yakni prasyarat agar suatu gugatan dapat diterima untuk diperiksa (receivability of claim), dan

Syarat materiil, yaitu hal-hal yang menentukan apakah dalil dalam gugatan tersebut terbukti dan dapat dikabulkan (merit of claim).

Dalam perkara perceraian, Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 juncto Pasal 19 huruf f PP Nomor 9 Tahun 1975 menyebut bahwa perceraian dapat terjadi karena adanya “pertengkaran dan perselisihan terus-menerus sehingga tidak ada harapan untuk hidup rukun kembali.” Rumusan hukum kamar hanya memberikan penjabaran empiris terhadap unsur tersebut melalui parameter “pisah tempat tinggal selama enam bulan.”

Dengan demikian, unsur enam bulan berfungsi sebagai tolok ukur kuantitatif untuk menilai intensitas konflik, bukan sebagai prasyarat legal formal untuk mengajukan gugatan. Apabila tidak terbukti, akibatnya bukan gugatan menjadi prematur, melainkan dalil perceraian dinilai tidak terbukti secara materiil.

 

Konsep Gugatan Prematur dalam Hukum Acara Perdata

Dalam hukum acara perdata, istilah gugatan prematur mengacu pada situasi di mana suatu gugatan diajukan sebelum terpenuhinya syarat hukum yang menjadi dasar lahirnya hak gugat (recht van actie), sehingga hakim menyatakannya tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Ciri utama prematuritas adalah sifatnya yang formil-prosedural.

Kualifikasi demikian hanya dapat diberlakukan apabila:

1. Ada ketentuan undang-undang yang secara tegas mengatur tenggang waktu atau tahapan tertentu sebelum gugatan dapat diajukan; dan

2. Hak gugat belum lahir secara hukum atau belum dapat dilaksanakan secara yuridis.

Dalam konteks perceraian, hak untuk mengajukan gugatan lahir ketika terdapat alasan perceraian sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, bukan karena lamanya pisah tempat tinggal. Oleh karena itu, tidak ada dasar hukum untuk menilai gugatan perceraian sebagai prematur hanya karena belum mencapai masa enam bulan tersebut.

 

Konsekuensi Yuridis terhadap Pemeriksaan dan Putusan

Apabila dalam pemeriksaan perkara ditemukan fakta bahwa para pihak memang berselisih, tetapi belum mencapai indikator objektif “pisah tempat tinggal selama enam bulan,” hakim dapat menilai bahwa unsur keretakan rumah tangga belum terpenuhi secara materiil, sehingga gugatan ditolak, bukan tidak diterima.

Sebaliknya, apabila terungkap adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), maka indikator waktu tersebut tidak relevan, karena keretakan rumah tangga telah mencapai tingkat irreversible breakdown. Dalam kondisi ini, demi asas keadilan substantif dan perlindungan korban, hakim berwenang untuk mengabulkan gugatan tanpa mempertimbangkan batas waktu enam bulan.

 

Kesimpulan Yuridis

1. Unsur pisah tempat tinggal selama enam bulan dalam Rumusan Hukum Kamar Agama bukan merupakan syarat formil, melainkan indikator materiil pembuktian terhadap alasan “perselisihan terus-menerus.”

2. Gugatan yang diajukan sebelum terpenuhinya unsur waktu tersebut tidak dapat dianggap prematur, karena hak gugat sudah timbul sejak adanya perselisihan yang menghilangkan keharmonisan rumah tangga.

3. Akibat hukumnya, gugatan demikian tidak dinyatakan tidak dapat diterima, melainkan ditolak bila dalil perceraian tidak terbukti secara materiil.

4. Dalam hal terdapat bukti KDRT, maka batas waktu enam bulan dikesampingkan demi perlindungan hukum dan keadilan substantif.

Redaksi

Recent Posts

Kadisperindag Belu Dilaporkan ke Polisi Diduga Lakukan Penganiayaan Siswa

BELU, DetikNusantara.co.id – Dunia pendidikan dan masyarakat dihebohkan oleh tindakan tidak terpuji yang diduga dilakukan…

9 jam ago

Kapolres Probolinggo Gandeng Perguruan Pencak Silat Wujudkan Kamtibmas Kondusif

PROBOLINGGO, DetikNusantara.co.id — Kapolres Probolinggo AKBP M Wahyudin Latif, menggelar kegiatan silaturahmi bersama Perguruan Pagar…

10 jam ago

KPK Selidiki Dugaan Korupsi Proyek Kereta Cepat Whoosh, Luhut Berpotensi Dipanggil

DetikNusantara.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi meningkatkan status dugaan tindak pidana korupsi terkait…

17 jam ago

Enam Lembaga Masyarakat di Probolinggo Bersatu Tuntut Penutupan Pesantren Terkait Kasus Asusila

PROBOLINGGO, DetikNusantara.co.id – Enam lembaga masyarakat di Kabupaten Probolinggo dengan tegas menyatakan komitmen mereka untuk…

18 jam ago

Gunung Semeru Erupsi 8 Kali dalam 6 Jam, Status Tetap Waspada

LUMAJANG, DetikNusantara.co.id –  Gunung Semeru kembali menunjukkan aktivitas vulkaniknya dengan mengalami delapan kali erupsi dalam…

19 jam ago

Polres Situbondo akan Libatkan Ahli Konstruksi di Insiden Ambruknya Asrama Ponpes yang Tewaskan Santriwati

SITUBONDO, DetikNusantara.co.id –  Polres Situbondo akan mendatangkan ahli konstruksi untuk memeriksa bangunan yang telah menalan…

21 jam ago