PROBOLINGGO, DetikNusantara.co.id – Wakil Bupati (Wabup) Probolinggo, Ra Fahmi AHZ, selaku Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kabupaten Probolinggo, memimpin rapat koordinasi TKPK tahun 2025 pada Rabu (23/4/2025). Rapat tersebut berlangsung di ruang kerja Wabup Probolinggo, Kantor Bupati Probolinggo.
Rapat koordinasi ini dihadiri oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra, Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Inspektorat, Bapelitbangda, Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Kesehatan, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan, Dinas Perikanan, serta Dinas Pertanian.
Sesi awal rakor diisi dengan pemaparan mengenai kondisi kemiskinan dan kemiskinan ekstrem di Kabupaten Probolinggo oleh Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Bapelitbangda Kabupaten Probolinggo, Roy Iskandar.
Roy juga menyampaikan realisasi anggaran (Tagging SIPD-RI) untuk penanggulangan kemiskinan ekstrem tahun 2024, anggaran APBD murni dan pergeseran (Tagging SIPD-RI) untuk kemiskinan ekstrem tahun 2025 berdasarkan strategi, serta anggaran APBD murni (Tagging SIPD-RI) untuk kemiskinan ekstrem tahun 2025 berdasarkan sifat (langsung, tidak langsung, dan penunjang).
Dalam kesempatan tersebut, Wakil Bupati (Wabup) Probolinggo, Ra Fahmi, menyampaikan bahwa angka kemiskinan reguler Kabupaten Probolinggo pada tahun 2024 mengalami penurunan sebesar 0,74%, dari 17,19% pada tahun 2023 menjadi 16,45%. Di tingkat Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Probolinggo menempati urutan keempat terendah setelah Sampang, Bangkalan, dan Sumenep.
“Berdasarkan Rencana Pembangunan Daerah (RPD) tahun 2024-2026, target penurunan angka kemiskinan adalah 16,00% pada tahun 2024, 15,75% pada tahun 2025, dan 15,50% pada tahun 2026. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2024 juga menurun sebanyak 7.910 jiwa dibandingkan tahun 2023,” jelasnya.
Wabup Fahmi menerangkan bahwa garis kemiskinan di Kabupaten Probolinggo pada tahun 2024 tercatat sebesar Rp 537.724, meningkat sebesar Rp 23.450 per bulan dibandingkan tahun 2023 yang sebesar Rp 514.274. Sementara itu, angka kemiskinan ekstrem pada tahun 2024 menunjukkan penurunan signifikan sebesar 1,69%, dari 2,28% pada tahun 2023 menjadi 0,59%.
“Di Jawa Timur, Kabupaten Probolinggo berada di peringkat kedelapan terendah untuk angka kemiskinan ekstrem setelah Sumenep, Bojonegoro, Ngawi, Sampang, Situbondo, Tuban, dan Nganjuk. Angka kemiskinan ekstrem Provinsi Jawa Timur sendiri tercatat sebesar 0,66%,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Wabup Fahmi menjelaskan bahwa berdasarkan tagging program dan anggaran kemiskinan dalam Stranas PK SIPD-RI, alokasi anggaran untuk penanggulangan kemiskinan ekstrem tahun 2025 adalah sebesar Rp 309.939.318.302. Anggaran ini tersebar di 15 perangkat daerah, 33 puskesmas, dan 18 kecamatan dengan total 658 sub kegiatan. Namun, akibat efisiensi anggaran, terjadi perubahan menjadi Rp 297.087.834.982, sehingga terdapat pengurangan sebesar Rp 12.851.483.320. “Berkaitan dengan hal ini, diharapkan anggaran dapat lebih berdaya guna untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Probolinggo,” tegasnya.
Wabup Fahmi juga menyampaikan bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Probolinggo sedang melaksanakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada bulan Februari tahun 2025.
Survei ini mencakup berbagai aspek seperti pendidikan, kesehatan, pengeluaran rumah tangga, dan sektor lainnya. Informasi dari BPS menetapkan lokus sampel di 24 kecamatan dan tersebar di 83 desa. “Hasil dari Susenas ini akan menjadi landasan penting dalam perumusan kebijakan di Kabupaten Probolinggo ke depan,” lanjutnya.
Selaku Ketua TKPK, Wabup Fahmi menginstruksikan kepada perangkat daerah pengampu penanggulangan kemiskinan agar Pemerintah Kabupaten Probolinggo mengoptimalkan fungsi TKPK dalam menyinergikan program penanggulangan kemiskinan di setiap perangkat daerah sesuai dengan Permendagri Nomor 53 Tahun 2020 tentang Tata Kerja TKPK.
“Disarankan kepada perangkat daerah agar dapat merumuskan program yang benar-benar dapat direalisasikan dan konkret sesuai dengan kebutuhan, keadaan, dan potensi masyarakat, sehingga dapat menyentuh dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat miskin,” tambahnya.
Untuk pertemuan TKPK selanjutnya, Wabup Fahmi meminta adanya pemetaan kondisi kesejahteraan penduduk per desa, termasuk pemeringkatan jumlah penduduk miskin per desa berdasarkan basis data By Name By Address(BNBA). “Harapannya, program-program kemiskinan akan lebih terfokus dengan pendekatan intervensi penyelesaian di tingkat desa,” pungkasnya.