Berita

Polemik Reklamasi Tambang di Klampokan Probolinggo Memanas: Lahan Tak Produktif, Warga Meradang

176
×

Polemik Reklamasi Tambang di Klampokan Probolinggo Memanas: Lahan Tak Produktif, Warga Meradang

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

PROBOLINGGO, DetikNusantara.co.id – Konflik reklamasi tambang di Desa Klampokan, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo, semakin memanas. Inspeksi mendadak (sidak) Komisi III DPRD Kabupaten Probolinggo pada Rabu (28/5) menemukan bahwa lahan bekas tambang belum direklamasi sepenuhnya dan topsoil (lapisan tanah paling atas) yang seharusnya dikembalikan telah hilang.

Menanggapi temuan tersebut, Pengelola tambang, Louis Hariyona, dalam sebuah stetmen nya di salah satu media membantah klaim Komisi III DPRD. Ia menjelaskan bahwa proses reklamasi sudah mencapai 90% dan hanya menyisakan beberapa bagian yang tidak memerlukan alat berat.

“Saya sudah mengoordinasikan langsung dengan Kepala Desa setempat terkait reklamasi, kami memberikan mandat dalam hal ini. Kami menyediakan alat beratnya, terus kami juga memfasilitasi secara finansial kepada Kepala Desa dan timnya untuk memantau kegiatan reklamasi tersebut,” ungkap Louis.

Namun, Louis mengakui bahwa kegiatan tersebut perlu dievaluasi. Ia berjanji akan memberikan penjelasan lebih lanjut jika ada pertemuan.

“Dari kegiatan percepatan PSN Tol Probowangi ini, kami akan mencoba semaksimal mungkin untuk tidak membuat kerugian yang berdampak kepada warga pengguna jalan apalagi kepada warga pemilik lahan,” tambahnya.

Louis juga mengklaim bahwa sebagian besar lahan sudah dikuasai kembali oleh pemiliknya dan bahkan sudah ada yang ditanami.

Mengenai hilangnya topsoil, Louis menegaskan, “Jangankan saya bawa untuk dijual, dijual itu gak laku. Jadi sebelum kami melakukan pertambangan, yang namanya humus itu kami kumpulkan dan ditumpuk di sebelahnya. Setelah penambangan selesai, kami kembalikan lagi. Ya itu aslinya sudah jadi tekstur tanahnya ya seperti itu, minim humus lahan di sana itu,” tandasnya.

Sementara itu, di lokasi, salah satu pemilik lahan seluas 1,5 hektar, Herman Budianto, merasa geram dengan pernyataan pengelola tambang. “Ya ini keadaan sawah saya, yang masih belum direklamasi batunya kayak gini, mau digarap bagaimana ini,” jelasnya kesal sambil menunjukkan tumpukan batu besar di lahannya.

Herman tidak membutuhkan ganti rugi, melainkan meminta topsoil lahannya dikembalikan agar sawahnya bisa ditanami kembali.

“Saya minta tolong humus, ini gak bisa. Saya sudah mulai dulu kayak orang gila ini, ini sudah satu musim sudah mau tanam tembakau tapi masih belum bisa ditanami. Saya minta tolong kepada Bapak Dewan, juga Bapak Bupati turun kalau bisa biar tahu,” ungkapnya dengan nada geram.

Ia menambahkan, janji pihak tambang untuk mengganti rugi satu musim tanam tidak pernah terealisasi. “Sedangkan Pak Louis itu tidak bisa turun ke lokasi cuman pakai HP, pesan suara, masak pantas seperti itu sebagai pimpinan? Jadi saya minta kepada Bapak Louis dan Muspika tolong turun ke lokasi ini biar tahu bagaimana keadaan masyarakat. Jadi sekarang ini sudah tahun 2025, saya tidak mau sudah pokoknya humus harus dikembalikan,” pungkasnya.

Kepala Desa Klampokan, Bahriatun Nikmah, membenarkan bahwa reklamasi memang dilakukan, namun pemahamannya tentang reklamasi hanya sebatas meratakan lahan. Ia meminta agar proses tersebut melibatkan pemerintah desa untuk memastikan pengawasan reklamasi.

“Memang kita digaji dan saya pun dapat honor itu seratus ribu per hari,” ungkapnya.

Bahriatun juga menjelaskan bahwa pihak penambang sempat menawarkan Rp21.000.000 untuk lahan yang belum direklamasi, namun ia menolak.

“Rp21 juta itu semuanya yang belum direklamasi tapi saya menolak, kalau saya menerima nanti saya dianggap bisa menyelesaikan semuanya, Mas. Makanya saya meminta Muspika untuk mempertemukan pihak penambang dan para petani agar mereka tahu nominal segitu cukup apa tidak dan ini lho etikad dari Pak Louis,” katanya.

Ia mengakui sebagian lahan sudah ditanami dan hampir panen, namun masalah utama adalah sisa lahan yang belum produktif.

Ia merasa terbebani dengan kemarahan warga karena lahan mereka tidak bisa ditanami akibat tumpukan pasir dan batu. “Harapan saya, dengan hormat saya meminta kepada pihak tambang yang awalnya kita berkoordinasi secara baik-baik, ayolah pertanggungjawaban tambang sesuaikan dengan hasil Musdes. Toh haknya penambang sudah selesai, kami tinggal menunggu tanggung jawab kepada petani jadi kesannya tidak saling memojokkan satu sama yang lain,” pungkasnya.

Hasil Musyawarah Desa (Musdes) tentang Tanah Uruk yang disepakati oleh PT. SBK dan pemilik lahan pada tanggal 26 Desember 2023 mencakup poin-poin berikut:

  • Tanah Kas Desa (TKD) dan tanah milik warga yang sudah ditambang, PT. SBK sepakat untuk mereklamasi agar tanah tersebut menjadi lahan produktif.
  • Saluran irigasi dan jalan desa yang rusak akibat dampak alat berat akan diperbaiki oleh PT. SBK.
  • Pertambangan diperkirakan selesai maksimal pada Desember 2024.
  • Perbaikan total akan dilaksanakan setelah seluruh kegiatan pertambangan selesai.

Sementara Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Probolinggo, Muhammad Al Fatih saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp tidak merespon.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *